
GORONTALOPOST.ID – Warga Desa Wadas Mawar-bukan nama sebenarnya-menceritakan bagaimana mencekamnya kondisi desanya, Desa Wadas. Menurutnya, sejak Senin malam (7/2) warga sudah mendapatkan kabar akan adanya pengukuran tanah. “Kabar itu diperkuat dengan adanya polisi dan Brimob yang berkumpul di sekitar kantor Kecamatan Bener,” tuturnya.
Lalu, sekitar pukul 23.00 listrik di Desa Wadas padam. Warga berinisiatif untuk menyalakan genset. “Warga yang menghubungi PLN juga tidak bisa,” terangnya kepada Jawa Pos kemarin (9/2).
Namun, saat itu sinyal internet masih bisa digunakan. Hingga Selasa dini hari (8/2) sekitar pukul 04.00, internet sudah mulai tidak bisa digunakan. “Kami juga mendapat informasi pengukuran akan dilakukan pagi itu,” paparnya.
Warga yang menolak tambang memang sempat berkumpul. Namun, kalah jumlah dengan jumlah anggota polisi. “Jumlah polisi bukan hanya ratusan, tapi ribuan,” ujarnya.
Lalu, koordinator setiap RT sepakat agar warga berkumpul di satu titik, Masjid Nurul Huda. Dalam masjid tersebut, warga menggelar Mujadahan. Saat itulah polisi mengepung masjid tersebut. “Warga yang menjaga masjid ditangkap tanpa sebab, salah satunya Pak Hadi,” tuturnya.
Dalam video yang dikirimkan Mawar, terlihat Hadi ditangkap beberapa orang berpakaian preman. Hadi sempat berteriak-teriak meminta tolong dan sempat terjatuh. Terdengar teriakan yang ditujukan ke Hadi agar diam. Terlihat tangannya diikat. Seorang anggota polisi berseragam terlihat membujuk Hadi. “Ikut saja ya, nanti bicara di sana ya,” tuturnya anggota tersebut.
Mawar mengatakan, tidak semua warga berkumpul di masjid. Karena banyak yang melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada warga yang ditangkap saat sedang makan di sekitar kecamatan. Lalu, ada pula ibu-ibu yang baru pulang dari pasar digedor rumahnya dan ditangkap. “Yang lebih menakutkan, polisi masuk ke rumah warga secara paksa,” tuturnya.
Rumah warga diobrak-abrik dan alat pertanian yang disimpan di rumah diambil. Seperti sabut dan lain sebagainya. Dia menuturkan, hampir semua warga desa itu profesinya petani. “Tentu saja alat pertanian semacam itu dimiliki,” ungkapnya.
Kondisi yang begitu mengintimidasi tersebut membuat banyak ibu-ibu ketakutan. Akhirnya ada beberapa ibu yang pingsan dan kejang-kejang. “Ketakutan karena dikepung polisi di masjid,” urainya.
Pengepungan itu berlangsung hingga pukul 17.00, hampir seharian dan warga tidak makan. Pun, warga yang ingin menembus kepungan itu justru ditangkap. “Padahal, mereka harus mengurus anak di rumah. Pun ada yang meninggalkan ternaknya,” jelasnya.
Menurutnya, hingga Rabu (9/2) warga di desanya masih ketakutan. Sebab, polisi masih berkeliaran di desa. “Bahkan, ada razia handphone dari polisi,” keluhnya.
Yang pasti, dia meminta agar tudingan bahwa Warga Wadas melakukan aksi anarkis untuk diluruskan. Menurutnya, warga tidak melakukan aksi anarkis sama sekali. “justru yang terjadi seperti yang saya ceritakan,” jelasnya.
Bagian lain, Relawan Solidaritas Damara Gupta yang mendampingi Warga Wadas menceritakan proses dirinya ditangkap polisi. Dia mengatakan, pihaknya bersama dengan tiga orang rekan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta tiba di Desa Wadas Selasa sekitar pukul 12.00. “Kami datang karena mendengar adanya pengukuran tersebut,” ujarnya.
Namun, saat itu warga sudah dikepung polisi di Masjid Nurul Huda. Begitu turun dari mobil, kondisi tidak memungkinkan masuk ke dalam masjid. “Kami lalu dipresekusi warga yang pro pembangunan tambang dan waduk,” jelasnya.
Dia menuturkan, warga pro pembangunan tambang dan waduk menuduh Relawan Solidaritas dan LBH sebagai provokator. “Bahkan, saya dan rekan-rekan mengalami pemukulan. Saya dipukul di wajah dan ditendang di bagian pantat,” tuturnya.
Selanjutnya, Damara menceritakan, dirinya dan tiga rekannya dibawa ke kantor polsek dan selanjutnya dipindahkan ke polres. “Ddi polsek dan polres bertemu dengan banyak warga yang ditangkap,” jelasnya.
Menurutnya, para warga itu mengaku ditangkap setelah shalat. Ada pula yang ditangkap di rumah sendiri. “Bahkan ada warga yang masih sekolah ditangkap saat pulang dari sekolahnya. Masih memakai seragam,” keluhnya.
Di kantor polisi itu, warga dimintai keterangan. Dia menuturkan, warga ditanya mengapa menolak pembangunan tambang dan waduk. “Ini bukan hanya pengukuran, tapi upaya menakut-nakuti warga dengan brutalitas polisi,” jelasnya.
Sementara Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadan mengklaim, dalam pengamanan pengukuran tanah di Desa Wadas oleh polisi tidak terjadi kekerasan. “Petugas gabungan Polisi, TNI dan Satpol PP masuk ke Desa Wadas untuk mengawal pegawai BPN mengukur tanah,” jelasnya.
Petugas mengawal pengukuran sejak Selasa pagi gingga sore pukul 17.00. Telah dilakukan pengukuran untuk 144 bidang tanah dari total target 150 bidang tanah. “Pengukuran lahan dilanjutkan 8 Februari,” urainya.
Menurutnya, memang ada beberapa warga yang diamankan karena sesuatu hal. Namun, saat ini semua warga tersebut telah dikembalikan ke keluarganya. “Sudah dipulangkan,” ujarnya. (jawapos)