Sabtu, 10 Juni 2023

FANTASTIS! Ibu Kota Negara Baru Butuh Hampir 500 T, Diproyeksi hingga 2045

- Rabu, 19 Januari 2022 | 12:21 WIB
Gagasan desain Nagara Rimba Nusa ditetapkan sebagai pemenang terbaik pertama sayembara gagasan desain kawasan ibu kota baru negara atau IKN oleh Kementerian PUPR. (Aji Cakti/Antara)
Gagasan desain Nagara Rimba Nusa ditetapkan sebagai pemenang terbaik pertama sayembara gagasan desain kawasan ibu kota baru negara atau IKN oleh Kementerian PUPR. (Aji Cakti/Antara)

GORONTALOPOST.ID - Ibu Kota Negara (IKN) baru resmi pindah ke Kabupaten Penajam Paser, Kalimantan Timur membutuhkan dana sekira Rpp466 triliun-Rp486 triliun atau hampir Rp500 triliun.   Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan status ibu kota negara dari DKI Jakarta akan pindah ke Kalimantan Timur pada semester I 2024 mendatang. Bahkan, Jokowi bercita-cita merayakan HUT RI ke-79 di ibu kota baru pada 17 Agustus 2024.   Nantinya, kantor Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin akan menjadi yang pertama pindah ke ibu kota baru. Hal itu akan diikuti dengan tiga kementerian, yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Luar Negeri.   Mengutip ikn.go.id, pemerintah hanya akan menggunakan porsi APBN untuk pembangunan ibu kota baru sebesar 19 persen dari total dana yang dibutuhkan. Hal ini berarti dana yang akan digelontorkan dari APBN sekitar Rp80 triliun.   Selebihnya, pemerintah mengandalkan swasta lewat kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) sebesar Rp252,5 triliun atau 54,2 persen. Lalu, investasi swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar Rp123,2 triliun atau 26,4 persen.   Proses pembangunan IKN akan memakan waktu cukup panjang. Tepatnya, mulai dari tahun ini hingga 2045 mendatang. Pada tahap pertama, pemerintah akan fokus pada pembangunan jalan dan pelabuhan dalam membangun ibu kota baru. Proses pembangunan akan dinakhodai oleh Kementerian PUPR. Terkait hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan memberikan jaminan politik kepada pengusaha demi berinvestasi di ibu kota bukan jalan keluar yang baik. Sebab, tak banyak investor yang akan terlibat pasca pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang. "Susah ini, lebih baik main regulasi, perencanaan matang, kemudian imbal hasil berapa, lebih pasti," tutur Bhima.   Meski begitu, regulasi di Indonesia seringkali bisa dipermainkan. UU IKN, kata Bhima, tak cukup kuat menjamin bahwa proyek itu akan berjalan sesuai rencana. "Bisa saja pemerintah setelah 2024 menganulir aturan UU IKN karena keuangan tidak memungkinkan, utang tidak mungkin, investasi tidak masuk-masuk," jelas Bhima.   Lagi pula, tambah Bhima, potensi cuan yang diraup pengusaha juga tak besar di ibu kota baru. Hal ini karena mayoritas yang tinggal di ibu kota baru adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). "Meski jumlah ASN banyak, tapi belum mampu mendatangkan keuntungan signifikan. Beda cerita dengan kawasan industri yang butuh hunian untuk pekerja dan menumbuhkan sumber ekonomi baru," ucap Bhima.   Oleh karena itu, ia memandang pemindahan ibu kota tak bisa dilakukan dengan cepat. Butuh uji kelayakan minimal 10 tahun sebelum memulai proyek konstruksi. "Karena harus dilihat bukan hanya mampu membangunnya, tapi juga masalah dampak lingkungan dan konsekuensi terhadap pembiayaan negara," tutur Bhima.   Jika uji kelayakan sudah selesai, pemerintah baru dapat menilai apakah pemindahan ibu kota layak untuk dilakukan. Tak seperti sekarang yang terkesan terburu-buru. (aud/sfr/cnn)  

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X